Ini adalah cerita dari sebuah keluarga kecil di pedalaman Kalimantan. Sebuah keluarga sederhana dengan sepasang suami-istri yang memiliki seorang anak yang masih kecil (balita). Hidup mereka jauh dari perkampungan warga. Untuk menuju perkampungan mereka harus berjalan kaki puluhan kilometer.
Siang itu cukup terik, suami-istri tsb sedang berladang dan sang anak dibiarkan bermain di saung (rumah kecil di pematang sawah). Tiba-tiba saja si suami merasa tidak enak badan, mungkin karena kecapean, sehingga suami berniat pulang untuk istirahat di rumah. Suaminya lantas meminta izin kepada si istri untuk pulang duluan & membawa serta anak mereka.
Sang istri mengiyakan, lalu melanjutkan pekerjaannya. Sampai hari mulai gelap, dan si istri kembali pulang ke rumah. Beberapa meter sebelum sampai di rumah ia mendengar tangisan anak kecil yang berasal dari arah rumahnya. Maka bergegaslah sang istri untuk menuju rumah dengan perasaan yang bertanya-tanya?
Saat dia masuk ke dalam kamar betapa terkejutnya sang istri karena melihat anak mereka menangis sejadi-jadinya, sedang sang suami tergeletak tak bernyawa di lantai dengan wajah yang sudah pucat pasi. Sang istri pun menangis, dia sangat bersedih dengan apa yang telah terjadi.
Pada saat keadaan sudah mulai tenang, sang istri berniat meminta pertolongan kepada warga dusun. Tetapi ia tidak tega meninggalkan mayat suaminya sendirian. Tanpa banyak berfikir, kemudian ia mengambil sebuah gerobak yang biasa ia gunakan mengangkut hasil ladang untuk mengangkut tubuh sang suami yang sudah tidak bernyawa.
Hanya dengan mengandalkan penerangan dari obor kecil yang ia pegang, sang istri membawa serta anak (digendong dengan menggunakan tas khas suku Dayak) dan perlengkapan seadanya. Gerobak pun didorongnya sendirian puluhan kilometer melewati hutan belantara, melewati jalan yang cukup sulit untuk dilewati gerobak.
Karena sang istri tsb sudah mulai kelelahan & anak yang dibawanya tidak henti-hentinya menangis, ia berniat untuk istirahat sejenak. Ia pun mencari tempat yang agak lapang untuk membuat api unggun sekedar menghangatkan tubuh. Ia membakar kayu-kayu dan ranting yang ada di sekitarnya, sambil mengeloni anaknya untuk tidur (agar diam) rasa kantuk pun menghinggapinya.
Beberapa saat sebelum terlelap, api unggun pun mulai meredup dengansendirinya. Dalam bayangan matanya ia melihat sesuatu yang bergerak-gerak hingga menimbulkan suara berisik dari arah gerobak. Dengan mata yang masih mengantuk & penerangan (api unggun) yang seadanya, ia melihat tubuh sang suami sudah dalam keadaan terduduk dengan wajah yang mengarah kepada dirinya.
Dengan terkaget-kaget sang istri langsung mengipasi agar api unggun kembali membesar, lalu ia melihat tubuh sang suami sudah kembali merebah. Tidak percaya apa yang ia lihat, ia pun kembali ingin tertidur. Sama seperti kejadian yang pertama saat api unggun mulai meredup, ia merasa tubuh sang suami kembali bangkit.
Dengan rasa takut yang memuncak, ia kembali mengipasi api agar membesar. Kemudian ia mengambil anaknya yang sedang terlelap & berlari sekencang-kencangnya ke arah desa.
Pada saat ia berlari, ia merasa ada sesuatu yang mengejarnya. Dengan keberanian yang masih ia miliki, ia pun menoleh ke arah belakang. Betapa terkejutnya sang istri melihat tubuh sang suami dengan sempoyongan berlari kecil sembari mengeluarkan suara geraman mengejarnya. Ia pun berteriak sejadi-jadinya dan kembali berlari. Anak yang dibawanya pun terbangun & ikut
menangis.
menangis.
Mungkin karena sudah terlalu letih berlari, ia pun pasrah & bersembunyi dibalik tumbuhan pohon pisang yang ada di pinggir jalan menuju desa.
Dengan memejamkan mata, ia pun membaca doa-doa berharap bisa mengusirarwah-arwah jahat. Tanpa disadari dari arah belakang sepasang tangan hitam seperti hendak memeluk/menangkap!! Dengan histeris & spontan sang istri menundukkan badan hingga ia lolos dari tangkapan tangan tadi & kemudian ia kembali berlari sekencang-kencangnya ke arah desa.
Singkat cerita, penduduk pun geger dengan apa yang di ceritakan sang istri. Pada pagi harinya dengan dipandu sang istri, seluruh penduduk berbondong-bondong menuju tempat sang suami terakhir terlihat oleh sang istri.
Memang benar saja, tubuh sang suami yang sudah tidak bernyawa sedang memeluk erat pohon pisang.
Usut punya usut, Dukun di desa tsb menceritakan bahwa sang suami tidak rela berpisah dengan keluarganya.[]
Belum ada tanggapan untuk "Bangkit"
Posting Komentar