Tips Menulis: Menentukan Ending Cerita
Oleh Isa Alamsyah
Oleh Isa Alamsyah
Sebuah cerita bisa berakhir bahagia atau memilukan. Kalau ditanya mana yang lebih bagus maka jawabannya adalah pilihan. Kamu mau pilih yang mana?
Happy ending membuat pembaca suka, yang jahat kalah yang baik menang. Tokoh sentral mencapai apa yang dicitakan. Pembaca puas dan bahagia. Mereka terhibur setelah membaca atau menonton sebuah kisah.
Tapi apakah sepenuhnya happy ending lebih bagus dari sad ending? Tidak juga.
Romeo dan Juliet; kalau tokohnya happy ending mungkin kisahnya tidak akan melegenda sampai sekarang. Satu-satunya sebab mereka melegenda karena mereka rela mati bunuh diri demi cintanya. Mati bersama. Sad ending kisah tersebut membuatnya abadi.
Biasanya lebih berkesan dalam hati. Misalnya cerpen Cinta Begitu Senja-nya Asma Nadia bahkan bule yang membaca terjemahannya (untuk kepentingan editing) mengungkap hatinya suram membaca kisah itu. Berarti sangat berkesan (bahkan setelah diterjemahkan).
Sad ending juga lebih realistik. Tidak selamanya kebaikan menang dan tidak selamanya kejahatan kalah, malah kenyataannya orang jahat kebanyak lebih panjang umurnya. Kebenaran bisa menang dan kejahatan juga bisa menang.
Jadi keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Untuk marketing mungkin happy ending lebih menarik, orang akan bercerita dari mulut ke mulut- orang ingin share kebahagiaan. Terutama kalau ada lucunya.
Untuk optimisme Happy Ending juga menarik. Bayangkan kalau buku atau cerita disney berakhir sad ending, tidak ada orang tua yang mau mengajak anak-anaknya.
Sad ending mungkin lebih berpeluang untuk meninggalkan bekas, dan bisa juga lebih abadi (seperti Romeo dan Juliet) dan akan menjadi pembelajaran tentang kehidupan.
Jadi pilih mana? Terserah kamu, tapi yang penting kamu tahu keduanya punya kelebihan dan kekurangan.[]
Belum ada tanggapan untuk "Sad Ending atau Happy Ending??"
Posting Komentar